Produk UMKM Lokal yang Melejit Lewat TikTok & Instagram

Produk UMKM Lokal yang Melejit Lewat TikTok & Instagram

Di era digital, media sosial bukan hanya tempat berbagi cerita, tetapi juga ladang emas untuk mempromosikan produk lokal. Banyak pelaku UMKM yang kini menikmati lonjakan penjualan setelah kontennya viral di TikTok atau Instagram. Produk UMKM lokal yang melejit lewat TikTok & Instagram menunjukkan bahwa dengan kreativitas, storytelling, dan strategi konten yang tepat, siapa pun bisa sukses tanpa harus punya modal besar.

Produk UMKM Lokal yang Melejit Lewat TikTok & Instagram

Produk UMKM Lokal yang Melejit Lewat TikTok & Instagram
Produk UMKM Lokal yang Melejit Lewat TikTok & Instagram

1. Keripik Maicih: Pioneer Viral Marketing Lokal

Keripik Maicih dari Bandung sudah dikenal sejak era Twitter, namun tetap eksis dan makin dikenal luas setelah muncul di TikTok dan Instagram Reels.

Strategi viral:

  • Konten “tantangan level pedas”

  • Kolaborasi dengan food vlogger

  • Packaging ikonik & gaya bahasa anak muda

Maicih menjadi contoh UMKM yang berhasil menjaga relevansi lintas platform digital, dari zaman hashtag sampai era FYP.


2. Scarlett Whitening: Branding Lewat Influencer & Video Transisi

Produk body care lokal ini melejit berkat kekuatan endorsement masif dan konten transformasi. TikTok dan Instagram dipenuhi dengan before-after pemakaian produknya.

Kunci sukses:

  • Konsisten menggunakan influencer dari berbagai level

  • Hasil pemakaian ditampilkan lewat konten video transisi yang estetik

  • Desain produk yang instagrammable dan cocok buat dipajang di feeds

Scarlett menunjukkan bahwa visual kuat dan review autentik bisa mendorong trust dan penjualan sekaligus.


3. Es Kepal Milo & Minuman Viral Lainnya

Beberapa tahun lalu, Es Kepal Milo jadi raja kuliner viral berkat video TikTok pendek dan konten repost di Instagram. Banyak pelaku UMKM minuman kekinian menjiplak ide serupa dengan twist lokal.

Contoh lainnya:

  • Dalgona coffee rumahan

  • Boba dalgona, es permen karet, minuman dengan topping unik

Pelaku UMKM yang tanggap tren dan cepat eksekusi bisa menang cepat di pasar konten.


4. Kain Tenun Troso & Wastra Nusantara di Reels Fashion

Instagram dan TikTok fashion kini sering menampilkan mix & match baju etnik lokal, termasuk dari UMKM tenun dan batik. Brand lokal seperti IKAT Indonesia, Sejauh Mata Memandang, dan pengrajin kecil di daerah seperti Troso, Jepara, mulai kebanjiran peminat.

Strategi yang sukses:

  • Video transisi outfit tradisional ke modern

  • Narasi tentang makna motif dan pewarna alam

  • Kolaborasi dengan fashion influencer

Kekuatan cerita budaya + estetika konten menjadikan produk wastra lokal makin diminati generasi muda.


5. Jajanan Rumahan dengan Tampilan Estetik

Produk seperti kue talam, klepon, dan lapis legit kini tidak hanya tampil di pasar pagi, tapi juga jadi bintang di Instagram dan TikTok.

Tren sukses:

  • Kemasan modern dengan konsep “jadul tapi lucu”

  • Video proses masak yang memanjakan mata (food ASMR)

  • Storytelling “resep nenek” yang menyentuh

UMKM kuliner yang bisa menampilkan rasa + nostalgia + visual punya peluang besar menjadi viral.


6. Aksesoris Handmade dari Daerah

Kalung manik, tas rotan, gelang kayu, dan anting rajut lokal banyak melejit karena dipamerkan dengan video OOTD mix local item.

Kiat sukses:

  • Tampilkan proses handmade secara real (behind the scenes)

  • Gunakan filter minimal dan fokus pada detail produk

  • Sertakan narasi “100% buatan tangan lokal”

Kesan autentik membuat konsumen merasa produk lebih eksklusif dan bernilai budaya tinggi.


7. Makanan Beku dan Siap Masak

Produk seperti dimsum homemade, sambal kemasan, ayam ungkep, hingga seblak instan kini laris manis setelah viral lewat video review dan tips masak praktis.

Strategi jitu:

  • Buat konten unboxing + demo masak cepat

  • Sertakan testimoni dan ekspresi puas saat makan

  • Gunakan audio tren di TikTok

Video yang relatable + bikin lapar = langsung checkout!


8. Dekorasi Rumah & Aromaterapi Lokal

UMKM yang menjual lilin aroma, reed diffuser, vas keramik, dan elemen dekor estetik sangat diminati karena cocok untuk konten self-care & home styling.

Tips konten:

  • Visual bersih dengan warna netral

  • Gaya konten “POV: relaxing day at home”

  • Padu padan produk lokal di ruang minimalis

Produk seperti ini mudah viral karena cocok untuk konten slow living, aesthetic lifestyle, dan morning routine.


9. Brand Kosmetik Indie Lokal

Banyak UMKM kosmetik yang melejit karena jago di konten edukatif dan review jujur.

Contoh:

  • Mad For Makeup, BLP Beauty, Jacquelle

  • Edukasi bahan aktif dengan cara fun

  • “Swatch party” atau “first impression review” oleh beauty creator

Dengan memahami bahasa generasi Z dan milenial, brand kecil bisa tampil sejajar dengan raksasa global.


10. Produk Kreatif Unik & Anti-Mainstream

Dari es lilin dalam pouch, sabun bentuk martabak, gelang dari sedotan bekas, hingga totebag quote lucu, semuanya jadi viral karena keunikan ide.

Tips viral:

  • Fokus pada keunikan, bukan kesempurnaan

  • Konten pendek, lucu, dan mudah dibagikan

  • Gunakan caption yang memancing reaksi atau komentar

Produk “nyeleneh tapi niat” sering kali jadi FYP karena memicu rasa penasaran.


Kesimpulan: Kreativitas Digital, Jalan Emas UMKM

Produk UMKM lokal yang melejit lewat TikTok & Instagram membuktikan bahwa pemasaran kini tidak harus mahal—asal ide kuat, konten menarik, dan cerita jujur, produk apa pun bisa menemukan pasarnya.

Era digital membuka peluang yang sama bagi semua. Dari dapur kecil, bengkel sederhana, hingga meja kerja rumahan—semua bisa jadi brand besar asal konsisten dan adaptif.


Pasar Tradisional yang Disulap Jadi Destinasi Kreatif Urban

Pasar Tradisional yang Disulap Jadi Destinasi Kreatif Urban

Pasar tradisional dulunya identik dengan tempat jual beli yang sederhana, ramai, dan kadang terkesan kumuh. Namun kini, di berbagai kota di Indonesia, pasar tradisional mulai bertransformasi menjadi destinasi kreatif urban yang penuh warna, aktivitas seni, hingga ruang kolaborasi komunitas. Transformasi ini tidak hanya menghidupkan kembali pasar yang sempat sepi pengunjung, tetapi juga menjadikannya sebagai ikon gaya hidup urban yang inklusif, memadukan nilai historis, budaya lokal, dan tren kekinian. Berikut Pasar Tradisional yang Disulap Jadi Destinasi Kreatif Urban.

Pasar Tradisional yang Disulap Jadi Destinasi Kreatif Urban

Pasar Tradisional yang Disulap Jadi Destinasi Kreatif Urban
Pasar Tradisional yang Disulap Jadi Destinasi Kreatif Urban

Kenapa Pasar Tradisional Layak Jadi Ruang Kreatif?

Pasar memiliki semua elemen penting sebagai ruang publik:
✅ Lokasi strategis
✅ Identitas budaya yang kuat
✅ Potensi ekonomi rakyat
✅ Sumber inspirasi dari interaksi sosial yang hidup

Dengan sedikit sentuhan desain, kurasi konten, dan kegiatan kreatif, pasar bisa menjadi tempat nongkrong, pameran seni, bazar UMKM, hingga pertunjukan budaya lokal.


Contoh Pasar Tradisional yang Sukses Bertransformasi

1. Pasar Santa – Jakarta Selatan

Pasar Santa adalah contoh fenomenal di mana ruang tradisional berubah menjadi episentrum anak muda urban. Di lantai atasnya, muncul deretan kios kopi spesialti, distro lokal, zine corner, hingga barbershop indie.

Aktivitas Menarik:

  • Workshop seni dan musik

  • Bazar kreatif tiap akhir pekan

  • Ngopi sambil diskusi isu sosial dan seni

Pasar ini telah menjadi simbol kreativitas Jakarta yang merakyat.


2. Pasar Cinde – Palembang

Pasar Cinde yang telah direnovasi menggabungkan nuansa modern dan arsitektur warisan kolonial. Kini tak hanya sebagai tempat jual beli, tapi juga ruang pertunjukan budaya dan pameran UMKM kreatif lokal.

Highlight:

  • Arsitektur brutalist yang instagramable

  • Zona “kriya corner” untuk produk kerajinan

  • Galeri kecil dan panggung komunitas


3. Pasar Gede – Solo

Dengan arsitektur khas Tionghoa-Jawa, Pasar Gede tak hanya jadi tempat belanja, tapi juga tempat wisata heritage yang dipadukan dengan kegiatan seni dan kuliner lokal yang dikemas kekinian.

Kegiatan Populer:

  • Tur sejarah pasar dan food heritage

  • Instalasi seni kolaboratif

  • Street performance pada event tertentu


4. Pasar Kuto – Yogyakarta

Pasar yang dulunya konvensional ini kini mulai dilibatkan dalam proyek seni urban. Beberapa seniman mural mengisi dinding luar pasar dengan karya tematik lokal, menjadikan area sekitarnya spot foto yang diminati wisatawan.

Inisiatif Urban:

  • Ruang mural dan fotografi

  • Panggung kecil untuk musik akustik

  • Festival rakyat tahunan dengan tema budaya


Manfaat Transformasi Pasar Tradisional

🌱 Revitalisasi Ekonomi Lokal
Pedagang lama bisa bertahan, dan bahkan naik kelas dengan exposure baru.

🎨 Ruang Ekspresi Komunitas Kreatif
Seniman, musisi, hingga wirausahawan muda mendapat panggung di tempat yang membumi.

🧭 Wisata Alternatif
Menarik wisatawan yang mencari pengalaman autentik dan budaya lokal.

🏘️ Revitalisasi Kota Tanpa Gentrifikasi
Pasar tetap milik rakyat, tapi bisa tampil keren dan fungsional tanpa menggusur esensinya.


Tips Mengembangkan Pasar Menjadi Destinasi Kreatif

  • 💡 Libatkan komunitas lokal sejak awal

  • 🎭 Adakan event seni atau pertunjukan kecil secara rutin

  • 🖼️ Percantik visual: mural, signage, pencahayaan

  • ☕ Tambahkan ruang sosial seperti kedai kopi atau reading corner

  • 🛍️ Kembangkan zona UMKM dan produk kreatif berbasis budaya lokal


Kesimpulan: Tradisi dan Inovasi Bisa Jalan Bareng

Pasar tradisional yang disulap jadi destinasi kreatif urban adalah bukti bahwa warisan lokal dan kreativitas modern bisa bersatu, bukan bertabrakan. Ketika pasar diberi ruang untuk berinovasi, ia bisa tumbuh menjadi pusat kehidupan kota yang lebih humanis dan progresif.

Di sinilah tempat di mana generasi muda bisa ngopi sambil diskusi seni, ibu-ibu bisa tetap belanja sayur segar, dan wisatawan bisa menyelami budaya otentik Indonesia—semua dalam satu ruang yang sama.


Anak Muda dan Gerakan Bangga Produk Lokal: Tren atau Kesadaran?

PesonaLokal.my.id - Bangga Buatan Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, gaung kampanye “Bangga Buatan Indonesia” makin santer terdengar. Namun di balik slogan itu, muncul pertanyaan menarik: apakah generasi muda benar-benar menyadari pentingnya mendukung produk lokal, atau sekadar ikut tren karena viral di media sosial?

Artikel ini akan mengupas dinamika antara tren dan kesadaran di balik gerakan bangga produk lokal yang kini banyak digerakkan oleh anak muda Indonesia.
Bangkitnya Produk Lokal di Era Digital

Perkembangan e-commerce, media sosial, dan kampanye digital marketing telah membuka panggung besar bagi brand lokal. Produk-produk seperti sepatu handmade dari Bandung, baju tenun modern dari NTT, hingga kopi lokal dari Toraja kini bisa bersaing di level nasional—bahkan global.

PesonaLokal.my.id - Bangga Buatan Indonesia
PesonaLokal.my.id – Bangga Buatan Indonesia

Anak Muda dan Gerakan Bangga Produk Lokal: Tren atau Kesadaran?

Brand lokal kini tidak lagi dipandang “ketinggalan zaman” atau “kurang keren.” Justru sebaliknya, memakai produk lokal dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap ekonomi kreatif, kearifan lokal, sekaligus pernyataan gaya hidup modern yang berbudaya.

Kenapa Anak Muda Mulai Melirik Produk Lokal?

Ada beberapa faktor yang membuat generasi muda semakin akrab dengan produk lokal:

Desain & Kualitas Meningkat
Brand lokal kini tampil lebih menarik, dari segi kemasan, desain, hingga storytelling. Anak muda melihat ini sebagai sesuatu yang layak dibanggakan.

Akses Mudah Lewat Digital
Marketplace, TikTok Shop, dan Instagram membuat produk lokal mudah ditemukan dan dibeli. Generasi muda cukup “scroll & klik” untuk dukung usaha lokal.

Harga Lebih Terjangkau dan Variatif
Dibanding brand luar, banyak produk lokal punya harga yang lebih bersahabat, tanpa mengorbankan kualitas.

Isu Kesadaran Sosial & Budaya
Kampanye sustainability, dukungan terhadap UMKM, dan pelestarian budaya membuat anak muda makin tertarik pada produk yang punya nilai lebih, bukan sekadar fungsi.

 

Tren Viral atau Gerakan Nyata?

Di sisi lain, banyak yang mempertanyakan: apakah ini hanya tren sesaat yang digerakkan oleh FYP TikTok dan endorsement influencer?

Jawabannya bisa “ya dan tidak.

Tren memang berperan besar dalam mempopulerkan brand lokal, terutama ketika selebriti atau konten kreator besar ikut mempromosikannya. Tapi tren bisa menjadi gerakan bila didukung oleh edukasi, pengalaman personal, dan dorongan kolektif untuk terus membeli, menggunakan, dan membicarakan produk lokal secara konsisten.

Misalnya, ketika anak muda tidak hanya membeli tote bag buatan UMKM karena sedang hype, tetapi juga mengajak temannya, mengulasnya di media sosial, atau bahkan membantu promosi brand tersebut secara sukarela—di situlah muncul elemen kesadaran.

Contoh Nyata Dukungan Anak Muda terhadap Produk Lokal

Brand Fashion Lokal di Event Pop-Up
Banyak brand seperti Erigo, Screamous, atau Buttonscarves sukses karena komunitas muda yang aktif mempromosikan mereka lewat content, bukan sekadar beli lalu diam.

Kopi Lokal dan Kedai Indie
Fenomena kedai kopi lokal yang menjual biji kopi Nusantara dari Aceh hingga Papua ramai dikunjungi anak muda. Mereka bukan cuma ngopi, tapi juga tanya asal kopi, metode seduh, dan belajar tentang petani kopi.

Anak Muda dan Gerakan Bangga Produk Lokal: Tren atau Kesadaran?

Produk Lokal di Kampus & Komunitas

Banyak mahasiswa dan komunitas mengadakan bazar produk lokal, talkshow tentang UMKM, atau lomba branding produk desa. Ini menunjukkan bahwa gerakan ini hidup di lapangan, bukan hanya di layar.

Tantangan yang Masih Dihadapi

Meskipun kesadaran anak muda tumbuh, gerakan ini masih menghadapi tantangan:

Kurangnya kontinuitas dukungan: hanya viral sesaat

Produk lokal belum semuanya konsisten dalam kualitas

Masih ada mindset bahwa “barang luar negeri lebih prestise”

Karena itu, dibutuhkan peran lebih besar dari media, influencer, dan institusi pendidikan untuk terus membangun narasi positif terhadap produk lokal.

Kesimpulan

Gerakan bangga produk lokal di kalangan anak muda bisa dimulai dari tren, tapi harus tumbuh menjadi kesadaran. Tren menciptakan gelombang awal, namun kesadaran menciptakan gelombang yang lebih besar dan tahan lama.

Anak muda adalah kunci dari perubahan cara pandang terhadap produk dalam negeri. Dengan mendukung produk lokal, mereka tidak hanya berkontribusi pada perekonomian, tapi juga menjaga warisan budaya dan memperkuat identitas bangsa.

Maka, pertanyaannya bukan lagi “Tren atau kesadaran?”, tapi “Kapan lo ikut gerakan ini juga?”